Dan setelah
datang kepada mereka seorang Rasul dari fihak Allah yang membenarkan apa
(kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab
(Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). (QS. 2/Al-Baqarah :101)
Tatkala
Rasulullah diutus Allah sebagai Rasul, orang-orang Yahudi mempertentangkan
Al-Qur’an dan Taurat, mereka membantah Al-Qur’an. Kemudian ternyata Taurat
terbukti cocok dengan Al-Qur’an, maka mereka mencampakkan Taurat dan mereka
berpegang pada kitab Aashif (sekretaris Nabi Sulaiman) dan sihr Haarut dan
Maarut maka Al-Qur’an dan kitab Aashif (sekretaris Nabi Sulaiman) itu tidak
cocok satu sama lain. Itulah yang disebut bahwa seolah-olah mereka tidak tahu.
Dan
mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah
yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan tidaklah diturunkan atas dua malaikat di negeri Babil pada Harut dan
Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang
dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu
yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya
mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan
sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan
mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS. 2/Al-Baqarah:102)
Al-Aufa berkata dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas tentang
firman Allah : “Dan mereka mengikuti apa yang ditilawahkan para syaithan …. “
dst. Dan adalah ketika kerajaan Sulaiman tidak ada, sekelompok kalangan jin dan
manusia murtad (kembali kafir) dan mengikuti syahwat. Maka tatkala Allah Subhaanahu
wa Ta’aala mengembalikan kepada Sulaiman kerajaannya itu sedangkan kelompok
manusia menjalankan ajaran hidup yang sebagaimana telah ada. Dan sesungguhnya
Sulaiman telah mengetahui rahasia kitab-kitab mereka maka Sulaiman menguburnya
di bawah kursi (singgasana)-nya. Dan telah cukup pada Sulaiman pengada-adaan
sedemikian itu. Kemudian kalangan manusia dan jin itu mengetahui kitab-kitab
itu setelah wafatnya Sulaiman dan mereka mengatakan :
“Inilah kitab dari Allah yang Allah
turunkan kepada Sulaiman kemudian dia menyembunyikannya dari kita” Kemudian
mereka mengambil kitab itu dan menjadikannya ajaran hidup.
Maka Allah menurunkan ayat yang artinya :
Dan setelah
datang kepada mereka seorang Rasul dari fihak Allah yang membenarkan apa
(kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi Kitab
(Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). (QS. 2/Al-Baqarah :101). Dan mereka mengikuti syahwat yang ditilawahkan
kepada mereka oleh para setan-setan dan itu adalah musik nyanyian, permainan
dan setiap sesuatu yang menghalangi dari ingat pada Allah. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
Darul Fikr, Beirut, Jilid I, hal. 135)
Firman Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa
:
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan
pada masa kerajaan Sulaiman.
Sulaiman tidaklah kafir, namun
setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajari manusia sihir."
As-Suda berkata, "Setan-setan
(dari kalangan jin) suka naik ke langit. Di sana mereka mengambil tempat di
beberapa posisi untuk mencuri dengar khasanah pembicaraan para malaikat. Mereka
menyimak pembicaraan para malaikat ihwal perkara yang akan terjadi di bumi
seperti kematian, hal gaib, atau persoalan tertentu. Kemudian mereka mendatangi
para dukun untuk memberi mereka informasi. Para dukun itu menginformasikan
kepada khalayak sehingga mereka mendapati kesesuaian antara kejadian dan ucapan
dukun. Setelah para dukun mempercayai setan (dari kalangan jin), maka mereka
berdusta dan menambahi informasi palsu sehingga satu kalimat menjadi tujuh
puluh kalimat. Kemudian orang-orang menulis percakapan itu dalam berbagai buku
sehingga menyebarlah berita pada Bani Israel bahwa jin mengajari kegaiban.
Kemudian diutus Nabi Sulaiman kepada mereka. Beliau mengumpulkan buku-buku (perdukunan)
itu dan disimpan dalam peti, kemudian dikubur di bawah singgasananya. Tidak ada
satu setan pun yang berani mendekati singgasana tersebut melainkan dia akan
terbakar. Sulaiman berkata, 'Saya tidak mendengar seorang pun yang menceritakan
bahwa setan itu mengajarkan kegaiban melainkan akan kupenggal lehernya."
Setelah Sulaiman ‘alaihis-salaam
meninggal dan para ulama yang mengetahui persoalan Sulaiman pun telah wafat,
kemudian diganti oleh suatu generasi, maka setan jin menampilkan diri dalam
wujud seorang manusia. Kemudian dia mendatangi sekelompok Bani Israel seraya
berkata, "Maukah kalian kutunjukkan timbunan harta yang tak pernah kalian
raup selamanya?" Mereka menjawab : Ya. Setan berkata, "Galilah di
bawah singgasana Sulaiman." Kemudian setan pergi bersama mereka guna menunjukkan
tempatnya, sedang setan berdiri di pinggir. Mereka berkata kepada setan,
"Turunlah!" Setan menjawab, "Tidak, aku di sini saja menyertai
kalian. Jika kalian tidak menemukannya, maka bunuhlah aku!" Kemudian
mereka menggali dan akhirnya menemukan buku-buku sihir tersebut. Setelah mereka
mengeluarkannya, setan berkata, "Sesungguhnya Sulaiman itu dapat mengendalikan
manusia, jin, dan burung berkat sihir ini sehingga ia bisa terbang dan
pergi." Maka gemparlah di masyarakat bahwa Sulaiman itu tukang sihir.
Kemudian Bani Israel mengambil buku-buku sihir tersebut.
Ketika Muhammad bin Abdullah datang,
Bani Israel mendebat beliau dengan buku-buku itu. Itulah yang dimaksud dalam
firman Allah,
"Dan tidaklah Sulaiman itu kafir, namun setanlah yang
kafir."
Ibnu Abi Hatim dari Abu Sa’id
Al-Asyajji dari Abu Usamah dari Al-A’masy dari Al-Minhal dari Said bin Jubeir
dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ashif, sekretaris Sulaiman, mengetahui nama
yang paling agung (al-Ismul-A'zham). Dia menulis segala sesuatu atas perintah
Sulaiman dan menguburnya di bawah singgasananya. Setelah Sulaiman meninggal,
maka setan mengeluarkannya dan mereka menuliskan (kalimat-kalimat) kekafiran
dan sihir di antara baris-baris buku tersebut, kemudian mengatakan, 'Inilah
yang dijadikan pedoman kerja oleh Sulaiman."
(Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
Darul Fikr, Beirut, Jilid I, hal. 135)
Kesimpulannya ialah bahwa setelah
kaum Yahudi -- yang telah diberi kitab itu -- berpaling dari Kitab Allah yang
ada di tangan mereka dan menyalahi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
maka mereka mengikuti apa yang dituturkan oleh setan (jin), yakni apa yang
diceritakan, diinformasikan, dan dikisahkan oleh setan (jin) pada masa kerajaan
Sulaiman.
Firman Allah Subhaanahu wa
Ta'aalaa :
"Dan tidaklah diturunkan kepada dua orang malaikat di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajari seorang pun
sebelum keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah
kamu kafir." Maka mereka belajar dari keduanya sesuatu yang dapat
memisahkan seseorang dari istrinya.
Kaum Yahudi berkeyakinan bahwa
Jibril dan Mikail ‘alaihimas-salaam adalah dua malaikat yang menurunkan
sihir kepada Sulaiman ‘alaihis-salaam. Lalu Allah mendustakan mereka dan
memberitahukan kepada Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
bahwa Jibril dan Mikail tidaklah menurunkan sihir. Allah juga menyucikan
Sulaiman dari perbuatan sihir yang mereka tuduhkan kepadanya. Allah memberitahukan
kepada Bani Israel bahwa sihir merupakan perbuatan setan yang diajarkan kepada
manusia di Babil, dan orang yang mengajarkannya ialah dua laki-laki yang
bernama Harut dan Marut. Jika ditafsirkan demikian, maka man dalam kata wamaa
unzila 'alal-malakaini merupakan man nafyi, bukan sebagai isim
maushul yang bermakna 'yang'.
Al-Qurthubi berkata, "Maa
merupakan negasi dan di-'athaf-kan kepada wamaa kafara sulaimaanu."
Kemudian Allah berfirman, "Namun setanlah yang kafir; mereka mengajarkan
sihir kepada manusia. Dan tidaklah diturunkan kepada dua malaikat...." Hal
itu karena kaum Yahudi beranggapan bahwa sihir itu diturunkan oleh Jibril dan
Mikail, lalu Allah mendustakan mereka dan kata Haaruuta wa Maaruut
merupakan badal 'pengganti' dari setan. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
Darul Fikr, Beirut, Jilid I, hal. 137-138)
Firman Allah Subhaanhu wa
Ta’aalaa :
"Kemudian mereka mempelajari dari keduanya sesuatu yang
dapat memisahkan antara seseorang
dan istrinya."
Artinya, manusia belajar dari Harut
dan Marut berupa ilmu sihir yang mereka gunakan untuk hal-hal tercela apa yang
bisa memisahkan antara suami dan istrinya melalui sihir bersamaan apa yang
terdapat dalam keluarga berupa kerukunan dan keserasian, dan itu adalah
perbuatan setan.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim dalam sahihnya :
Dari Al-A’masy dari Abu Sofyan Thalhah bin Nafi’
dari Jabir dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
"Setan itu
meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian dia mengutus pasukannya kepada
manusia. Maka manusia yang paling dekat kedudukannya dengan setan berarti
paling besar pula mendapat ujian dari setan. Seorang anggota pasukan datang
melapor, 'Saya terus menggarap si Fulan sebelum aku meninggalkannya
dalam keadaan dia mengatakan begini
dan begini. 'Kemudian Iblis berkata, 'Demi Allah, kamu tidak melakukan apa pun
terhadapnya.' Kemudian anggota pasukan lain datang melapor, 'Aku tidak
meninggalkan manusia sebelum aku berhasil menceraikan antara dia dan istrinya.
Lalu mendekatinya, mengakrabinya, dan menempelnya.' Iblis berkata, 'Bagus
kamu.'" (HR Muslim)
(Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu
Katsir,
Darul Fikr, Beirut, Jilid I, hal. 144; Al-Bidayah wa An-Nihayah, Juz I,
hal. 63)
Penyebab perceraian antara suami dan
istri ialah gambaran buruk ketika melihat wajah suami atau istri dan
perilakunya yang diimajinasikan oleh setan kepada suami dan istri, atau
sebab-sebab lain yang mengantarkan kepada perceraian. Allah Subhaanhu wa
Ta’aalaa berfirman :
"Dan sekali-kali mereka tidak memberikan mudharat,
dengan sihirnya, kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah." Sufyan Ats-Tsauri
mengatakan, "Kecuali dengan qadha Allah." Hasan al-Bashri berkata,
"Benar, barangsiapa yang dikehendaki-Nya, maka ia dikuasai setan.
Dan siapa yang tidak dikehendaki-Nya,
maka tidak dukuasai setan." Firman Allah Subhaanhu wa Ta’aalaa :
"Dan mereka mempelajari sesuatu yang memudharatkan
mereka dan tidak memberinya manfaat," yakni memudharatkan ajaran hidup
mereka dan tidak memberinya manfaat yang sepadan dengan kemudharatannya.
"Sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa
yang menukarnya dengan sihir itu, maka tidak ada bagian untuknya di
akhirat." Yakni, sesungguhnya kaum Yahudi sudah mengetahui bahwa orang
yang menukarkan ketundukan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dengan sihir tidak akan mendapat bagian di akhirat. Demikianlah tafsir Ibnu
Abbas, Mujahid, dan as-Sadi.
Firman Allah :
"Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya
dengan sihir, jika mereka
mengetahui." Allah Subhaanhu
wa Ta’aalaa berfirman, betapa
buruknya penggantian keimanan dan ketaatan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam dengan sihir yang telah mereka lakukan, seandainya mereka
mengetahui nasihat yang diberikan beliau; seandainya mereka beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta para
rasul lain sebelumnya; dan seandainya mereka memelihara diri dari hal-hal yang
diharamkan, niscaya balasan nilai amal bagi mereka dari fihak Allah adalah
lebih baik bagi mereka daripada apa yang dipilih dan disukai untuk dirinya.
Thiyarah
dan Mendatangi Dukun
Abu Muhammad bin Nadzir
bin Jannah Al-Qadhy di Kufah dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Dahim dari
Ahmad bin Hazim bin Abi Ghurzah dari Al-Fadhl bin Dakin dan ‘Ubaidullah bin
Musa dan Tsabit bin Muhammad Al-Kanany, mereka berkata dari Sofyan dari Abu
Ishaq dari Hubairah bin Yarim dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata :
Barangsiapa
mendatangi tukang sihir, dukun, peramal, kemudian ia membenarkannya pada apa
yang dikatkannya maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan atas Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bayhaqy)
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: ‘Ini disebabkan
(usaha) kami.’ Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. 7/Al-A’raaf: 131]
Dari Muhammad
bin Katsir dari Sofyan dari Salamah bin Kuhail dari Isa bin ‘Ashim dari Zir bin
Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullahshallallaahu
‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda : “Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu
syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal
ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR. Abu Dawud)
Abul
Yaman menceritakan kepada kami dari Syu’aib dari Az-Zuhry dari Abu Salamah bin
Abdurrahman bahwasanya Muawiyah bin Al-Hakam As-Sulamy dan adalah dia itu sahabat,
ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bagaimanakah menurut
engkau ( ya Rasulullah) perkara-perkara yang kami melakukakannya di masa
Jahiliah. Kami berthiyarah ?
Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Itu adalah
sesuatu yang akan kalian temui dalam diri kalian, maka sungguh janganlah itu
menghalangi kalian!’”
Maka
aku bertanya (lagi) : kami mendatangi dukun tukang tenung.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: Jangan kalian mendatangi dukun tukang tenung ! (HR. Ahmad)
Hasan
meriwayatkan kepada kami dari Ibnu Luhai’ah dari Ibnu Hubairah dari Abu
Abdurrahman Al-Jubuly dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam
bersabda : ‘Barangsiapa mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah
berbuat syirik.” Para Sahabat bertanya: “Lalu apakah tebusannya?” Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Allah, tidak ada
kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan
objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar kecuali Engkau.’” HR. Ahmad (II/220), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad
Muhammad Syakir dalam Tahqiiq Musnad Imam Ahmad (no. 7045). Lihat : Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah
(no. 1065).
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, sungguh balasan nilai amal dari fihak Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (QS. 2/Al-Baqarah : 103)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar