Dan
Kami naungi kalian dengan awan, dan Kami turunkan kepada kalian "manna"
dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah
Kami berikan kepada kalian. Dan tidaklah mereka menzhalimi Kami, akan tetapi
merekalah yang menzhalimi diri mereka sendiri. (QS. 2/Al-Baqarah : 57)
Diriwayatkan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang al-manna.
Abu
‘Ubaidah bin Abu As-Safar, Ahmad bin Abdillah Al-Hamdany dan Mahmud bin Ghailan
meriwayatkan kepada kami, keduanya berkata bahwa Sa’id bin ‘Amir menceritakan
dari Muhammad bin Abu ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah , ia berkata :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Makanan manisan kurma
dari surga. Didalamnya ada (kandungan) penyembuh dari (terkena) racun. Dan
kam’ah (makanan yang lezat sebangsa cendawan yang tumbuh di tanah berwarna
seperti debui) dari semacam madu dan airnya ada penyembuh mata (HR.
At-Tirmidzy)
Abu
‘Isa berkata : Hadits ini hasan, gharib. Redaksi bagian akhir isi hadits
tersebut diriwayatkan pula oleh Al-Bukhary, Muslim, Ahmad dan Abu Dawud.
Pelesetan
Kalam Allah
Allah
Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman :
Dan
(ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul
Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak mana yang kalian
kehendaki, dan masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud, dan katakanlah:
"Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahan
kalian. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat
baik". (QS. 2/Al-Baqarah : 58)
Lalu
orang-orang yang zhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim
itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS. 2/Al-Baqarah : 59)
Pelesetan
kalam Allah dilakukan oleh Bani Israil menjadi akar radikal pemecehbelahan
ajaran hidup.
Muhammad menceritakan kepadaku dari Abdurrahman bin Mahdy dari
Ibnu Al-Mubarak dari Ma’mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
Dikatakan kepada Bani Israil : masukilah pintu gerbangnya dengan bersujud, dan
katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", maka mereka masuk merasa
kepayahan atas kelalaian mereka maka
mereka mengganti dan mengatakan hiththatun (bebaskanlah kami dari dosa)
itu habbatun fii sya’ratin (suatu bijian ada di gandum). (HR. Al-Bukhary)
Yahya bin Adam
menceritakan kepada kami dari Ibnu Mubarak dari Ma’mar dari Hammam bin Munabbih
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam pada firman Allah ‘Azza
wa Jalla : Udkhuluu al-baaba sujjadan (masukilah pintu gerbangnya dengan
bersujud ), beliau bersabda :
Mereka masuk dengan susah payah. Firman Allah : Wa quuluu hiththatun (bebaskanlah kami dari dosa), beliau
bersabda : Mereka mengganti (firman itu) sehingga mereka mengatakan hinthatun
fii sya’ratin (suatu biji gantum ada di gandum) (HR. Ahmad)
Kata-kata yang
dipelesetkan untuk menyikapi ajaran Allah subhaanahu wa Ta’aalaa melalui
Rasul-Nya antara lain juga pada kata raa’inaa.
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad): "Raa`ina",
tetapi katakanlah : "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan
bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih. (QS. 2/Al-Baqarah : 104)
Dari
pelesetan kalam Allah itu cukup menjadi akar radikal pemecahbelahan ajaran
hidup sebagaimana difirmankan Allah.
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui( QS.
30/Ar-Ruum : 30)
Dengan
kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka. (QS. 30/Ar-Ruum : 31-32)
Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa
golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS. 6/Al-An’aam :
159)
Kitabullah
Diperselisihkan
Dan
sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, lalu
diperselisihkan tentang Kitab itu. Dan seandainya tidak ada ketetapan yang
telah terdahulu dari Tuhanmu, niscaya telah ditetapkan hukuman di antara
mereka. Dan sesungguhnya mereka (orang-orang kafir Mekah) dalam keraguan yang
menggelisahkan terhadap Al Qur'an.(QS. 11/Huud : 110)
Baca
juga (QS. 41/Fushshilat : 45)
Ikhtilaf
Umat Adalah Rahmat, Ikhtilaf Terhadap Al-Kitab adalah La’nat
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (QS. 30/Ar-Ruum : 22)
Itulah
yang dimaksud pernyataan yang disandarkan dari Rasulullah :
Keragaman
umatku adalah rahmat
Keragaman
shahabat-shahabatku adalah rahmat
Pernyataan
yang disandarkan dari Rasulullah ini jika difahami sebagai perbedaan pendapat
maka adalah dila’nat sebagaimana Bani Israil pada .(QS. 11/Huud : 110) dan juga
(QS. 41/Fushshila : 45)
Tentu
saja pernyataan yang disandarkan dari Rasulullah itu menjadi tidak kacau jika
itu difahami sebagai ungkapan Rasulullah akan rahmat Allah dalam keragaman
umatnya sebagaimana dinyatakan Allah pada (QS. 30/Ar-Ruum : 22)
Imam
As-Subky mengemukakan bahwa Ikhtilaafu ummaty rahmatun (perbedaan umatku
adalah rahmat ) tidak dikenal di kalangan ahli hadits. Saya tidak tahu akan
adanya sanad yang shahih, tidak pula dha’if, tidak pula maudhu’.
Dan saya tidak bisa menyangka itu ada asalnya kecuali bahwa pembicaraan manusia
disebutkan ada seseorang yang mengatakan : Ikhtilaafu ummaty rahmatun
(perselisihan yang diterjemahkan sebagai perbedaan pendapat umatku adalah
rahmat). Kemudian sebagian manusia lainnya mengambilnya (sebagai dalil) dan
menyangkanya bahwa itu hadits, menjadikannya termasuk kalam kenabian.
Dan
saya senantiasa meyakini bahwa hadits (jika dikatakan sebagai hadits) ini tidak
ada asal-muasalnya dan mendalilkan kebathilannya terhadap ayat-ayat (Allah dalam Kitab-Nya)
dan hadits-hadits shahih. Sedangkan ayat-ayat (Allah dalam Kitab-Nya) dan
hadits-hadits shahih melogikakan bahwa adanya rahmat itu meniadakan al-ikhtilaf
(perselisihan yang walaupun diterjemahkan sebagai perbedaan pendapat). Dan
ayat-ayat (Kitab Allah) lebih banyak dari pada sekedar hanya cukup.
Dan
diantara hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah
:
Harmalah
bin Yahya At-Tujiby menceritakan kepadaku dari Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu
Syihab dari Abu Salamah bin ABdur-Rahmandan Sa’id bin Al-Musayyab, keduanya
berkata : Adalah Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu menceritakan bahwa dia
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apa yang
aku melarang kalian darinya maka jauhilah dan apa yang aku perintahkan kepada
kalian laksanakanlah semampu kalian. Karena sesungguhnya kebinasaan orang-orang
sebelum kalian adalah karena banyak Tanya mereka dan memperselisihkannya mereka
atas nabi-nabi mereka. (HR. Muslim)
Hannad bin As-Sary dan Abu ‘Ashim
bin Jawas hg-Hanafy dari Abu Al-Ahwash dari Manshur daru Thalhah Al-Yamy dari
Abdurrahman bin Ausajah dari Al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata : Adalah
Rasulullah shallallaahu’alaih wa sallam merapatkan shaf dari tepi ke
tepi dan melurusratakan dada-dada kami, bahu-bahu kamidan beliau bersabda :
Janganlah kalian selisih maka menjadi berselisih pula qalbu kalian. (HR. Abu
Dawud)
Baca
pula : Tafsir Al-Alusy, Juz III, hal. 154)
Sebagian manusia mengemukakan
bahwa ikhtilaaf (pereselisihan yang diterjemahkan sebagai perbedaan
pendapat) itu rahmat didasarkan pada
hadits maudhu’ : Ikhtilaafu ummaty rahmatun (pereselisihan - yang
diterjemahkan sebagai perbedaan pendapat- umatku adalah rahmat). Ini adalah perkataan
yang tak dapat diterima oleh Al-Kitab, sunnah (kenabian) maupun akal. Telah
tersebut beberapa ayat (Al-Qur’an) dan hadits-hadits dalam hal tercelanya ikhtilaf
(perselisihan) dan tafrruq (perpecahan). Dan itu telah cukup bagi orang
yang nalar dan merenungkan.
Bahkan sungguh Al-Qur’an telah
mendalilkan bahwa ikhtilaf
(perselisihan)tak ada titik mufakatnya dengan rahmat bahkan keduanya saling
merupakan lawan kata.
Firman Allah Subhaanahu wa
Ta’aalaa :
Jikalau Rabb-mu menghendaki,
tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih pendapat. Kecuali
orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabb-mu. (QS. 11/Huud : 118-119)
Baca dalam Kitab Ushul
al-Iimaan fii Dhau-il Kitaab, Bab III, Tercelanya Perpecahan, Juz I, hal.
393)
Dalam
kitab Takhriij Ahaadiits al-Ihyaa’, Juz I, hal. 74, disebutkan :
Hadits
Ikhtiaafu ummaty rahmatun (pereselisihan - yang diterjemahkan sebagai
perbedaan pendapat- umatku adalah
rahmat) disebutkan oleh Al-Bayhaqy dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Asy’ariyah
dalam keadaan menggantung. Dan Al-Bayhaqy meriwayatkan dalam kitabnya “Al-Madkhal”,
dalam sambung-menyambung periwayatnya dari hadits Ibnu ‘Abbas dengan lafazh “Ikhtilaafu
Hshhaaby lakum rahmatun” (pereselisihan - yang diterjemahkan sebagai
perbedaan pendapat- sahabatku bagi
kalian adalah rahmat). Dan sambung-menyambung periwayat hadits itu adalah
lemah.
Ciri-ciri
Ajaran Agama Pelesetan Kalam Allah
Ciri-cirinya
antara lain :
Pertama : Meleset dari ayat-ayat Allah dalam Al-Kitab
yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan ketaatan padanya..
Kedua : Membatalkan setiap kepentingan memasuki
surga Allah di akhirat
Ketiga : Tak bermakna dan kosong nilai sebagai permainan dan senda
gurau di dunia.
Keempat : Mengekalkan
kesenangan dunia dan saling membanggakan keunggulan duniawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar