Rabu, 04 Desember 2013

ISLAM Agama Rahmatan Lil 'Aalamiin

Fiqh Toleransi Antar Umat Beragama?
 
Islam dan Agama


Islam berarti berserah diri kepada Allah :
(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang berserah diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya balasan nilai amal di fihak Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS. 2/Al-Baqarah 112)

Disebutkan dalam islamweb.net :
Islam is an all-embracing way of life. It extends over the entire spectrum of life, showing us how to conduct all human activities in a sound and wholesome manner. It does not allow a hierarchy of priests or intermediaries between Allaah and human beings, no farfetched abstractions and no complicated rites and rituals.

Everybody can readily understand the Quran and follow in the footsteps of the Prophet , to the best of his or her ability, assured by Allaah that He will accept the deeds that each soul has the ability to offer (what means):

"On no soul does Allaah place a burden greater than it can bear." [Al-Quran 2/Al-Baqarah:286]

When we read the Quran or the Prophetic traditions, we find instructions regarding all aspects of life: political, social, economic, material, ethical, national and international. These instructions provide us with all the details needed to perform a certain act.

To summarize, Islam governs a Muslim's life in all its aspects. This is the reason why it is not only a religion but also a way of life.

Islam does not recognize any kind of separation between religion and life. It openly rejects the Western saying: "Render unto Caesar what is Caesar's, and unto God what is God's"; for everything should be dedicated to God alone and a Muslim is required to submit himself completely to the Will of Allaah in all his affairs (what means):
 
"Say: ‘Truly, my prayer, my sacrifice, my living and my dying are for Allaah, the Lord of the worlds. No partner has He: this am I commanded, and I am the first of those who submit to His Will.’" [Al-Quran, 6/Al-An’aam ::162]

Islam does not believe in wishful thinking. It clearly states that righteous conduct must be followed by belief in Allaah. The Quran says (what means): "For those who believe and work deeds of righteousness is a reward that will never (fail)." [Al-Quran, 41/Fushshilat/Haa Miim As-Sajdah : 8]


For over 23 years, Dr. Peter Hammond, Director and Founder of Frontline Fellowsihp, has pioneered missionary outreaches into the war zones of Mozambique, Angola and Sudan.
A citation of Dr. Peter Hammond's book: Slavery, Terrorism and Islam: The Historical Roots and Contemporary Threat:
Islam is not a religion, nor is it a cult. In its fullest form, it is a complete, total, 100% system of life. Islam has religious, legal, political, economic, social, and military components. The religious component is a beard for all of the other components.
Islamization begins when there are sufficient Muslims in a country to agitate for their religious privileges.
When politically correct, tolerant, and culturally diverse societies agree to Muslim demands for their religious privileges, some of the other components tend to creep in as well.


It does not allow a hierarchy of priests or intermediaries between Allaah and human beings

Islam tidak mengenal hirarkhi ulama atau pemimpin spiritual atau perantara (intermediary) antara Allah dan manusia.

Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa menghukumi penggunaan perantara antara Allah dan manusia dengan satu penghukuman terhadap perselisihan. Bahkan ketidaksukaan Allah terhadap orang yang menjadikan perantara antara dirinya dan Allah dengan menyebut ketidaksukaan-Nya pada si dusta dan si ingkar.



Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan menghukumi di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.(QS. 39/Az-Zumar : 3)

Dengan demikian ikhtilaf atau perselisihan walaupun disebut dengan istilah perbedaan pendapat, dilarang Allah.

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Taurat lalu diperselisihkan tentang Taurat itu. Kalau tidak ada keputusan yang telah terdahulu dari Rabb-mu, tentulah orang-orang kafir itu sudah dibinasakan. Dan sesungguhnya mereka terhadap Al-Qur'an benar-benar dalam keragu-raguan yang membingungkan. (QS. 41/Fushshilat : 45)

Dan sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, lalu diperselisihkan tentang Kitab itu. Dan seandainya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Rabb-mu, niscaya telah ditetapkan hukuman di antara mereka. Dan sesungguhnya mereka (orang-orang kafir Mekah) dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap Al-Qur'an.
Dan sesungguhnya kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu) pasti Rabb-mu akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 11/Huud : 110-111)

Memperselisihkan Al-Qur’an berhadapan dengan ancaman Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa tersebut diatas tentu saja sebagaimana syari’at Allah pada para Nabi dan Rasul-Nya yang adalah satu sumber yang disikapi dengan perpecahan adalah dilarang.

Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. 42/Asy-Syuuraa : 13)
Adapun kata-kata yang disandarkan dari Rasulullah : Ikhtilaafu ummaty rahmatun,

maka kata ikhtilaaf itu lebih sesuai bermakna keragaman umatku adalah rahmat. Terlebih lagi bila saling dikuatkan dengan kata-kata lainnya yang disandarkan pula dari beliau.

Keragaman para sahabtku adalah rahmat bagi kalian.
Dan ini pastinya bukan perbedaan pendapat para sahabat itu.
Apalagi jika kata-kata ini dirujuk kepada ayat Allah dalam Al-Qur'an seperti kata ikhtilaafu dalam Surah Ar-Ruum :

Dan dari ayat-ayat Allah adalah penciptaan sekalian langit dan bumi dan ikhtilaf (keragaman) bahasa dan warna kalian. Sesungguhnya padanya adalah ayat-ayat bagi orang-orang yang mengetahui (QS. 30/Ar-Ruum : 22)


Islam tak hanya agama atau religion maka menerjemah kata ad-dien dalam Al-Qur’an dengan kata agama dalam bahasa Indonesia adalah kecurangan.
Seperti dalam firman-Nya :

Sesungguhnya ajaran hidup (yang diridhai di fihak Allah itu Islam. (QS. 3/Aali 'Imraan : 19)

Allah menyebut Islam itu ad-dien, Way of life, ajaran hidup. Allah tidak memaksudkan Islam itu sesempit agama.


Rahmatan Lil 'Aalamiin
Kata rahmatan lil 'aalamin dalam Al-Qur'an ada pada ayat berikut ini :


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. 21/Al-Anbiyaa’ : 107)


Pada ayat Allah tersebut jelas bahwa rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi sekalian alam adalah diutusnya Rasulullah membawa misi risalah ajaran hidup yang datangnya dari Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa.

Misi apapun yang terlepas dan tidak bersumber serta tidak ada hubungan dengan asal-muasal ajaran dari Allah ia terlepas dan tak ada hubungannya dengan rahmatan lil ‘aalamiin.Tidak pula agama teologi apapun juga.

Fiqh dan Toleransi

Kata fiqh dalam Al-Qur'an menunjuk kepada ad-dien yang adalah ajaran hidup, way of life, tak sesempit bermakna agama apalagi agama teologi.
Allah berfirman :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk mereka berfiqh (mendalami pemahaman) tentang ad-dien (ajaran hidup) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. 9/At-Taubah : 122).

Terhalang untuk berfiqh (memahami) dengan kata dasar fiqhpun ditujukan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa untuk maksud memahami ajaran yang datang dari Allah kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam denagan amendengar dari beliau.


Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu". (QS. 6/Al-An'aam : 25)

Toleransi dalam bahasa Arab adalah tasaamuh.
Tasaamuh berarti saling bersikap dermawan, pemurah, memaafkan dalam urusan, berlaku lemah lembut, toleransi. 

Tidak ada kata yang terbentuk dari huruf pokok yang membentuk kata tasaamuh dalam Al-Qur'an. Ajaran toleransi dalam kata tasaamuh tidak pula dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Kata tasaamuh di kalangan ulama biasa dipakai untuk toleransi dalam perbedaan pendapat, padahal Islam itu ad-dien bukan hasil cipta, karsa dan karya manusia sebagaimana agama-agama teologi.
Tasaamuh atau toleransi memang menjadi terasa sangat dibutuhkan karena kepayahan yang deritanya ditanggung oleh penganut agama-agama teologi. 

Toleransi dan Persaudaraan dalam Islam

Jika mau dianggap (untuk tidak mengatakan dipaksakan) tasaamuh/toleransi itu bagian penting dari missi sosial pembangunan masyarakat barangkali boleh diharapkan diindukan pada missi penting sosial berupa solidaritas sosial, kesetiakawanan sosial atau persaudaraan.
Jika toleransi itu supaya diakui merupakan turunan yang berinduk kepada persaudaraan orang-orang beriman dalam Islam, maka telah termakub firman Allah :


Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. 49/Al-Hujuraat : 10)

Implementasi yang telah ditraktatkan Rasulullah untuk persaudaraan ini banyak diriwayatkan yang diantaranya adalah :
قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ اْلأَحْوَلُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ حَالَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ فِي دَارِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ

Imam Ahmad berkata 'Affan mernceritakan kepada kami dari Hammad bin Salamah dari 'Ashim al-Ahwal dari Anas bin Malik, ia berkata :  Rasulullah shallallaahu 'alihi wa aaalihi wa sallam mengikat perjanjian saling mempersaudari antara Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik (HR. Ahmad)
http://non-gharqadian.blogspot.com/2010/11/shahifah-nabawiyah.html 

Rasulullah shallallaahu ‘alihi wa sallam mengikat janji orang beriman dengan Shahifah Nabawiyah.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata : Tidak ada yang kami tulis dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali Al-Qur’an dan apa (yang adalah perjanjian) yang ada pada shahifah (nabawiyah) ini. Nabi shallallaahu ‘alihi wa sallam bersabda: Negeri Madinah adalah haram apapun diantara yang mengkaburkan kepadanya. Maka barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang diada-adakan (tidak berdasar Al-Qur’an dan shahifah ini) atau melindungi orang yang mengada-adakan itu maka baginya adalah laknat Allah, malaikat dan manusia selurhnya. Tidak diterima darinya tebusan dan tidak pula yang untuk melepaskannya.
Dan (jaminan) perlindungan bagi kaum muslimin itu adalah satu yang bertindak mengambil langkah untuk itu yang lebih dekat padanya. Maka barangsiapa melanggar, membatalkan atau mengingkari janji dengan seorang muslim, maka baginya adalah laknat Allah, malaikat dan manusia selurhnya. Tidak diterima apapun yang untuk melepaskannya darinya dan tidak pula tebusan. Dan barangsiapa memperlakukan sesuatu kaum di bawah otoritasnya tanpa seizin pemilik kewenangan atas kaum itu maka baginya adalah laknat Allah, malaikat dan manusia selurhnya. Tidak diterima apapun yang untuk melepaskannya darinya dan tidak pula tebusan. (HR. Bukhary)
Dalam Shahifah Nabawiyah terdapat ketentuan sebagai berikut :
Bahwasanya tidak halal bagi seorang mukmin yang terikat ikrar dengan apa yang ada dalam shahifah ini dan beriman kepada Allah dan Hari Akhir menolong orang yang mengada-ada terhadap kami dan tak ada yang melindungi orang itu. Dan barangsiapa menolong dan/atau melindunginya maka sesungguhnya baginyalah la’nat Allah dan juga kemurkaan-Nya pada Hari Kiamat dan tak ada baginya yang memalingkan dan yang menjadi tebusan pengganti dari pada la’nat itu. (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, juz : 3; halaman 224-226)

Toleransi dan Persaudaraan dalam Demokrasi


Pada abad ke 18 M keadaan  di Perancis dikatakan sangat khas dimana kaum bangsawan hidup berfoya-foya melebihi bangsawan di negara lain terutama pada zaman Louis yang rakyat sebagian besar penganut Katolik, tetapi ajaran pencerahan Aufklarung tak kalah meresap dibanding di negara lain. Rakyat semakin tertindas oleh kesewenangan kaum bangsawan, dipenjarakan dengan semena-mena tanpa pengadilan dan kemelaratan merajalela akibat pemborosan kaum bangsawan juga.
Karena itu tidak mustahil ada anggapan bahwa rakyat Perancislah yang mula-mula melancarkan pemberontakan. Penjara Bastille – lambing kesewenang-wenangan raja – pada 14 Juli 1789 diserbu dan rakyat menuntut hak persamaan, kebebasan dan persaudaraan (liberte, egalite, fraternite). Pemberontakan ini dianggap sebagai revolusi rakyat pertama di dunia, revolusi kerakyatan dan revolusi sosial.
Rakyat ternyata berhasil membuat UUD (1791) yang membatasi ulah para bangsawan terutama mengenai keuangan negara dan sekaligus dianggap sebagai UUD pertama di dunia yang dibuat rakyat.Dengan demikian dikatakan kekuasaan kembali ke tangan rakyat : republic dan kekuasaan negara dan pemerintahan adalah kekuasaan rakyat : demokrasi.

Jika toleransi dianggap (untuk tidak mengatakan dipaksakan) merupakan turunan dari demokrasi dengan misi dengan jargon liberty, equality, fraternity semestinyalah diperiksa dan dipertimbangkan dengan sepenuh nalar bahwa misi dengan jargon senyawa demokrasi itu adalah misi untuk mengakhiri kekuasaan negara dan pemerintahan dari teknokrat bangsawan menjadi kekuasaan teknokrat uang. Setiap kekuasaan negara dan pemerintahan ada pada teknokrat uang di seluruh muka bumi adalah barisan rapi yang tongkat komandonya ada di satu tangan keluarga Yahudi dengan setiap jaringan keuangan dan perbankan riba.
Pemegang tongkat komando telah menggariskan khiththah pada Protocol Zion.

Jauh sebelumnya di masa lalu, kita (Zionis Yahudi) adalah yang pertama yang meneriakkan di antara kelompok-kelompok massa rakyat kata-kata: "Liberty, Equality, Fraternity" (Kebebasan, Kesetaraan dan Persaudaraan), kata-kata yang sejak saat itu berulangkali diucapkan oleh para pembeo pemungutan suara yang bodoh yang datang dari seluruh penjuru dunia terbang menyambar umpan-umpan ini dan membawa lari kesejahteraan dunia, kebebasan sejati individu, yang dahulunya dijaga ketat melawan tekanan mob (kelompok massa aksi rakyat jelata). Calon-calon manusia bijak dari Goyim (non Yahudi), orang-orang intelektual, tidak akan bisa mengambil manfaat apa pun dari kata-kata yang diserukan itu dalam keabstrakannya; mereka tidak melihat adanya kontradiksi pengertian dan saling keterkaitan di antara ketiga kata itu; tidak melihat bahwa secara alami tidak ada yang bernama equality itu, tak akan bisa ada kebebasan. Alam itu sendiri telah menetapkan ketidaksamaan ( inequality ) di dalam pemikiran-pemikiran, di dalam karakter-karakter, dan di dalam kemampuan-kemampuan, persis sekekal Alam itu sendiri yang telah menetapkan subordinasi (ketundukan) pada hukum-hukum alamnya. Tidak pernah berhenti berpikir bahwa mob (kelompok massa aksi rakyat jelata) itu adalah makhluk buta, bahwa upstarts (orang-orang yang baru naik posisi yang berlagak lebih penting dari pada yang lain) dari kalangan mob-nya untuk menanggung beban pemerintahan adalah orang-orang yang sama butanya dengan mob itu sendiri dalam perkara politik, bahwa si pakar itu sendiri, meski picik namun masih bisa memerintah. Sedangkan yang bukan pakar meski genius, tetap saja tidak mengerti apa-apa tentang politik. Terhadap semua ini Goyim (non Yahudi) tak ada harganya.
Kata-kata Liberty, Equality, Fraternity (Kebebasan, Kesetaraan dan Persaudaraan) ini telah menyeret seluruh legiun di dunia ke dalam barisan-barisan kita sambil mengibarkan panji-panji kita dengan penuh semangat, berkat adanya agen-agen buta kita. Dan sepanjang waktu kata-kata ini menjadi belatung-belatung yang menggerogoti kesejahteraan Goyim (non Yahudi), di mana-mana mengakhiri kedamaian, ketenangan, solidaritas dan menghancurkan semua fondasi negara-negara para Goyim (non Yahudi). Sebagaimana yang akan anda lihat nanti kata-kata ini membantu kita menuju kejayaan kita : kata-kata ini memberi kita kemungkinan, di antara segala kemungkinan, untuk meletakkan Kartu As (master card) ke dalam tangan-tangan kita - menghancurkan hak-hak istimewa, atau dengan kata lain, eksistensi yang sangat inti dari aristokrasi (kekuasaan di tangan ningrat) Goyim, satu-satunya kelas yang membentengi rakyat-rakyat dan negeri-negeri itu menghadapi serangan kita. Di atas reruntuhan aristokrasi alami dan genealogis (secara silsilah keturunan) dari Goyim ini telah kita bangun aristokrasi dari kelas terdidik kita yang dipimpin dengan aristokrasi uang. Kualifikasi-kualifikasi untuk aristokrasi ini telah kita tetapkan dalam kekayaan, yang bergantung pada kita, dan di dalam ilmu pengetahuan yang untuknya para sesepuh terpelajar kita telah menyiapkan kekuatan motifnya.

Kejayaan kita telah dipermudah oleh adanya kenyataan bahwa dalam hubungan-hubungan kita dengan orang-orang yang kita inginkan yang kita senantiaa telah bekerja atas paduan suara yang paling sensitif dari pikiran manusia yaitu, berupa rekening tunai, berupa dewi asmara, berupa ketidakpuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia akan materi. Dan setiap kelemahan manusia ini, masing-masing dengan sendirinya, sudah cukup untuk melumpuhkan inisiatif mereka, karena mereka telah menyerahkan kehendak mereka sendiri kepada yang telah menempatkan mereka, yang telah membeli kegiatan-kegiatan mereka.
Abstraksi kebebasan ini telah membuat kita bisa membujuk mob (kelompok aksi massa rakyat jelata) di seluruh negeri di mana pemerintah-pemerintah mereka bukan apa-apa selain pelayan belaka bagi rakyat-rakyat yang menjadi pemilik negeri-negeri itu, dan pelayan itu dapat diganti bagaikan mengganti sarung tangan bekas.
Inilah yang memungkinkan untuk menggantikan wakil-wakil rakyat yang telah menempatkan mereka berada di bawah kendali kita, sebagaimana halnya memberi kita kekuasaan untuk pengangkatannya. http://www.biblebelievers.org.au/przion2.htm#PROTOCOL%20No.%201

Agama-Agama, Satu Kebenaran Tiga Sambutan Manusia
 


Kami berfirman: "Turunlah kalian semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. 2/Al-Baqarah : 38)
Terhadap kebenaran petunjuk dari Allah, Kitab Allah, ayat-ayat Allah terdapat tiga sambutan manusia sebagai dipampangkan dalam bagan berikut ini.

Jika sikap seseorang terhadap Kiatab Allah yang adalah ayat-ayat Allah itu adalah ada pada posisi A (1) maka itu adalah ia bersikap jahil, tidak mau tahu akan ayat-ayat Allah. Secara pasti ia tidak menggunakan ilmu-ilmu dari Allah berupa ayat-ayat Allah itu pada posisi A (2). Secara pasti pula apa yang ia ikuti adalah persangkaan belaka.Dialah termasuk orang-orang yang sesat, adh-dhaalliin pada A (3).
Dia dengan demikian menggunakan akal yang termudharati, akal yang cacat pada posisi A (4),padahal Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa memberi karunia sekaligus amanat itu sebagai akal sehat. Dia telah membiarkan diri terperangkap dalam cara hidup yang serba takut A (5) karena ia tidak tahu bagaimana dan apa yang terjadi yang dia sendiri mengalaminya. Ia terbawa persangkaan dirinya maupun orang lain pada posisi A (6) yang ia yakini menjadi keyakinan sebagai ajaran hidup, agama, ideologi non-agama yang dia persembahi pengorbanan A (7) karena ia tidak ada petunjuk kebenaran dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.

Jika sikap seseorang terhadap Kitab Allah yang adalah ayat-ayat Allah itu ada pada posisi B (1) maka itu adalah ia bersikap sombong terhadap ayat-ayat Allah sebagaimana yang disebut Allah pada ayat Al-Qur'an.

Dan apabila ditilawatkan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (QS. 31/Luqmaan : 7).

Secara pasti ia tidak menempuh ajaran hidup yang haq dari Allah pada posisi B (2). Secara pasti pula apa yang ia ikuti adalah angan-angan belaka. Dialah termasuk orang-orang yang dimurkai, al-maghdhuubi 'alaihim B (3).
Dia dengan demikian mengikuti hawa nafsu pada posisi B (4) walaupun pada puncak keilmuan manusia, kesarjanaan dan keulamaannya. Keniscayaan dirinya adalah perjalanan hidup dari derita kesedihan ke sengsara kenestapaan B (5) karena jauh dari dirahmati Allah. Ia terbawa angan-angan dirinya maupun orang lain pada posisi B (6) yang ia yakini menjadi keyakinan sebagai ajaran hidup, agama, ideologi non-agama yang ia persembahi pengorbanan hingga binasa B (7) karena ia melawan petunjuk kebenaran dari Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.

Adapun orang yang mengikuti petunjuk Allah, ayat-ayat Allah, Kitab-Kitab Allah, ajaran hidup yang diwahyukan Allah C (1), ia berserah diri pada Allah C (2).
Berserah diri pada Allah tak dapat dibedakan dan tak dapat dimaksudkan lain melainkan bertaqwa pada Allah. Demikian pula "berserah diri" yang itu pula adalah taqwa tak dapat didustakan dengan pengertian dan maksud lain melainkan taat pada ayat-ayat Allah. Orang yang taat pada ayat-ayat Allah itulah yang termasuk orang-orang yang diberi ni'mat oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa C (3), tidak takut, tidak ada sedih C (4-5) hatta di alam akhirat kelak di surga-Nya. Ia hanya mentaati ajaran yang terbaik yang adalah Al-Qur'an, C (6). I amelakoni perjalanan hidup di dunia ini istiqamah di atas jejak kenabian C (7).

Peristiwa Lahirnya Agama



The History of the “Money Changers”By Andrew Hitchcock, 26 Feb 2006, mentions :

30 A.D, Jesus Christ in the last year of his life uses physical force to throw the money changers out of the temple.  This was the only time during the the life of his ministry in which he used physical force against anyone.

When Jews came to Jerusalem to pay their Temple tax, they could only pay it with a special coin, the half-shekel. This was a half-ounce of pure silver, about the size of a quarter. It was the only coin at that time which was pure silver and of assured weight, without the image of a pagan Emperor, and therefore to the Jews it was the only coin acceptable to God.

Unfortunately these coins were not plentiful, the money changers had cornered the market on them, and so they raised the price of them to whatever the market could bear.  They used their monopoly they had on these coins to make exorbitant profits, forcing the Jews to pay whatever these money changers demanded.

Jesus threw the money changers out as their monopoly on these coins totally violated the sanctity of God's house.  These money changers called for his death days later.



Lahirnya agama gereja pada peristiwa itu sebagaimana dikatakan : "Agungkanlah Isa bin Maryam melebihi apa adanya yang dia bukan tuhan maka lahirlah agama Gereja. Agungkanlah Ali bin Abi Thalib melebihi apa adanya yang dia bukan Nabi maka lahirlah agama Syi'ah.

Ketiga posisi pada peristiwa 30 M itu makin ketat problematikanya antara money changers Yahudi dengan seluruh jaringannya yang dibangun, yaitu bank riba di seluruh muka bumi hingga sekarang (B), faham gereja, agama syi'ah dan yang semacamnya (A) yang semua didalangi bukan sekedar dibidani oleh Yahudi (B) dan umat muslim dimana yang benar-benar pada posisi C amatlah tak sebanding karena kecil prosentasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar